MAKASSAR, KATABERITA.CO – Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto menyebutkan hampir 80% guru SD-SMP se-Kota Makassar belum mampu beradaptasi dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini diterapkan di tengah pandemi Covid-19.

Kata Danny, sebagian besar guru merasa kesulitan mengajar secara online atau daring. Namun 10% sampai 20% guru justru menganggap PPJ sebagai ruang untuk bisa terus berinovasi. Menciptakan metode pembelajaran yang tetap bisa diterima dengan mudah meski dilakukan tidak dengan cara tatap muka.

“Secara seleksi alam, hanya 20% guru di Kota Makassar yang punya kompetensi bagus. Hampir 80% tidak mampu beradaptasi dan menganggap belajar dari adalah sebuah kesulitan,” tegas Danny, Senin (23/8).
Baca Juga : Komitmen Wujudkan Program Dekarbonisasi di Makassar, Danny Pomanto Kunjungi Nippon Koei Jepang
Penilaian itu berdasarkan survei Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar yang dilakukan selama belajar online diterapkan. Sehingga menurut Danny perlu ada program secara tersistem yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru.
Dia bahkan sudah meminta pendapat para profesor perihal langkah taktis yang mesti diambil untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Terutama meningkatkan kompetensi guru dan minat belajar para siswa.
“Kita penelitian dulu (terkait program yang akan kita jalankan). Nanti Disdik bikin penelitian, misalnya kenapa di sekolah A disebut favorit sedangkan sekolah B tidak. Kenapa juga sekolah B tidak diminati bahkan dihindari. Disparitas (perbedaan) ini yang mau kita teliti,” jelas dia.
Baca Juga : Danny Pomanto Intruksikan Plh Disdik Makassar Isi Kekosongan Jabatan Kepala Sekolah, Banyak Dobel Job!
Danny mengaku sudah memiliki konsep untuk menjalankan program pemerataan kualitas pendidikan di Kota Makassar. Dia mencotohkan di Korea, guru yang berprestasi tidak hanya mengajar di satu tempat tapi digilir untuk mengajar di sekolah-sekolah yang lain. Menurut dia, cara itu cukup efektif untuk merubah sistem pendidikan yang mulai menurun akibat pandemi Covid-19.
“Jadi gurunya kita gilir, misalnya tiga bulan di sekolah A dan tiga bulan berikutnya di sekolah B. Bagaimana kita gilir, kita bikin peta dulu kita lihat disparsitasnya, jangan-jangan sepuluh tingkat atau cuma tiga tingkat,” papar dia.